PEMBUATAN PRODUK
FERMENTASI
PEDA IKAN AIR TAWAR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan merupakan sumber
protein, lemak, vitamin, dan mineral yang sangat baik dan prospektif.
Keunggulan utama protein ikan dibandingkan dengan produk lainnya adalah
kelengkapan komposisi asam amino dan kemudahannya untuk dicerna. Ikan dapat
digolongkan menjadi tiga bagian yaitu ikan air laut, air tawar, dan air payau
atau tambak. Lingkungan hidup ikan air tawar adalah sungai,
danau, kolam, sawah, atau rawa. Jenis ikan air tawar yang umum dikonsumsi
adalah sidat, belut, gurame, lele,
mas, nila merah, tawes, karper, nilem, tambakan, sepat siam, mujair, gabus,
toman, ikan betok, jambal, dan jelawat.
Kandungan gizi ikan air tawar cukup
tinggi dan hampir sama dengan ikan air laut. Tingginya kandungan protein dan
vitamin membuat ikan yang mudah dibudi dayakan ini sangat membantu pertumbuhan
anak-anak.
Secara umum,
nilai cerna protein ikan sangat tinggi (lebih dari 90 persen), sehingga sangat
mudah dicerna oleh bayi sekalipun. Ikan dapat digunakan sebagai sumber protein
yang baik bagi bayi dan anak balita, yaitu untuk menunjang proses pertumbuhan
dan perkembangannya. Lemak ikan air tawar sangat sedikit mengandung kolestrol.
Hal ini sangat menguntungkan bagi kesehatan karena kolestrol yang berlebih
dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pembuluh darah dan penyakit jantung
koroner.
Selain kaya
protein bermutu tinggi, ikan air tawar juga mengandung sejumlah vitamin dan
mineral yang berimbang. Vitamin yang banyak terdapat pada ikan adalah larut
lemak (vitamin A dan D), sedangkan mineral yang dominan adalah kalsium, fosfor,
iodium, besi, dan selenium. Zat-zat gizi tersebut bermanfaat untuk mencegah
berbagai penyakit degeneratif dan akibat kekurangan zat gizi mikro. Dalam
konteks masalah gizi ganda tersebut, peranan ikan air tawar sangat besar dalam
penanggulangan masalah gizi kurang maupun lebih.
Namun, ikan
merupakan bahan pangan yang sangat mudah mengalami kerusakan. Berbagai jenis
bakteri dapat menguraikan komponen gizi ikan menjadi senyawa-senyawa berbau
busuk dan anyir, seperti indol, skatol, H2S, merkaptan, dan lain-lain. Beberapa
bakteri patogen (penyebab penyakit), seperti Salmonella, Vibrio, dan
Clostridium, sering mencemari produk perikanan.
Permasalahan
yang biasa muncul pada proses pembuatan produk-produk olahan ikan adalah
terbentuknya histamni yang dapat menyebabkan alergi atau keracunan. Gejala
keracunan histamin berupa gatal-gatal kemerahan pada wajah dan leher, sakit
kepala, mual muntah, dan diare. Pencegahan
keracunan tersebut dapat dilakukan dengan mencegah pembentukan hitasimin selama
prose pengolahan hasil perilanan. Salah satu caranya adalah penerapan
bahan-bahan yang bersifat antimikroba di antaranya cengkeh dan kayu manis.
Selain itu juga dilakukan penambahan rempah-rempah sebagai penambahan cita rasa
dan aroma yang dapat
meningkatkan kelezatan masakan.
Pada dasarnya penanganan dan
pengolahan ikan bertujuan untuk mencegah kerusakan atau pembusukan dan untuk membuat suatu produk yang lebuh bertahan lebih lama. Upaya
untuk memperpanjang daya tahan simpan ikan segar adalah melalui penyimpanan
dalam lemari pendingin atau pembeku, yang mampu menghambat aktivitas mikroba
atau enzim dan dengan membuat suatu produk makanan yang
lebih tahan lama dengan proses fermentasi.
Beberapa faktor penyebab kerusakan ikan air tawar adalah:
Kadar air cukup tinggi (70-80 persen dari berat daging) yang menyebabkan
mikroorganisme mudah tumbuh dan berkembang biak. Secara alami, ikan mengandung
enzim yang dapat menguraikan protein menjadi putresin, isobutilamin, kadaverin,
dan lain-lain, yang menyebabkan timbulnya bau tidak sedap. Lemak ikan mengandung asam lemak tidak jenuh
ganda yang sangat mudah mengalami proses oksidasi atau hidrolisis yang
menghasilkan bau tengik. Ikan mempunyai susunan jaringan sel yang lebih
longgar, sehingga mikroba dapat dengan mudah mengggunakannya sebagai media
pertumbuhan.
Sifat ikan
yang sangat mudah rusak ini akan diperberat lagi oleh kondisi penanganan
pascapanen yang kurang baik. Kerusakan mekanis dapat terjadi akibat benturan
selama penangkapan, pengangkutan, dan persiapan sebelum pengolahan. Gejala yang
timbul akibat kerusakan mekanis ini antara lain memar (karena tertindih atau
tertekan), sobek, atau terpotong. Kerusakan mekanis pada ikan ini tidak
berpengaruh nyata terhadap nilai gizinya, tetapi cukup berpengaruh terhadap
penampilan dan penerimaan konsumen.
Peda
merupakan salah satu produk olahan tradisional
yang dibuat dengan cara fermentasi. Fermentasi adalah proses penguraian daging
ikan oleh enzim yang akan memberikan hasil yang menguntungkan. Proses
fermentasi serupa dengan pembusukan, tetapi fermentasi ini menghasilkan zat-zat
yang memberikan rasa dan aroma yang spesifik. Terjadinya fermentasi memerlukan syarat-syarat sebagai berikut :
Suasana lembab, Adanya oksigen dalam jumlah terbatas
/ semi aerob dan Adanya
garam.
Ikan peda
adalah salah satu hasil olahan ikan yang diolah secara fermentasi bergaram.
Ikan peda ini dibuat dari ikan betok. lkan peda dibuat secara bertahap yaitu
pertama melalui proses penggaraman dan dilanjutkan dengan proses fermentasi
untuk pembentukan bau yang spesifik. Proses
pengolahan ikan peda ini sangat sederhana dan dapat dikembangkan di daerah
nelayan. Hal ini dapat dipergunakan untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan
yang berakibat menaikkan pendapatan nelayan.
Bahan baku pada pembuatan peda
ini yaitu: 1) Ikan yakni Kesegaran ikan sangat mempengaruhi mutu hasil akhir,
maka ikan yang akan diolah menjadi peda harus segar karena ikan yang sudah
busuk akan menghasilkan peda bermutu rendah dan akan membahayakan kesehatan.
Pada dasarnya semua jenis ikan dapat diolah menjadi peda, akan tetapi umumnya
ikan yang digunakan sebagai bahan baku peda adalah ikan betok. 2) Garam yakni Garam yang digunakan harus mempunyai
kemurnian tinggi,artinya mengandung garam NaCl tinggi minimal 98%. Bila garam
yang digunakan mengandung garam-garam
calcium dan magnesium lebih dari 1% maka akan menghasilkan peda yang kurang baik. (anonym,2011)
1.2 Permasalahan
1.
Apakah ikan betok
bisa diolah menjadi produk fermentasi.?
2.
Bagaimana cara
mengolah ikan betok menjadi peda.?
1.3 Solusi/Alternatif
1. Peda merupakan salah satu produk olahan tradisional
yang di buat dengan cara fermentasi. Fermentasi adalah proses penguraian daging
ikan oleh enzim yang akan memberikan hasil yang menguntungkan. Proses
fermentasi serupa dengan pembusukan tetapi fermentasi ini menghasilkan zat-zat
yang memberikan rasa dan aroma yang spesifik. Pada dasarnya semua jenis ikan
dapat diolah menjadi peda. Namun pada kesempatan ini kami akan mencoba
menggunakan bahan ikan betok.
2.
Kesegaran ikan sangat mempengaruhi
mutu hasil akhir, maka ikan yang akan diolah menjadi peda harus segar karena
ikan yang sudah busuk akan menghasilkan peda bermutu rendah dan akan
membahayakan kesehatan. Ikan peda adalah salah satu hasil olahan ikan yang
diolah secara fermentasi bergaram. Ikan peda biasanya dibuat dari ikan air tawar atau air laut, namun pada percobaan ini kami akan
membuat peda dari ikan betok. Ikan peda dibuat secara bertahap yaitu pertama
melalui proses penggaraman dan dilanjutkan dengan proses fermentasi untuk
pembentukan bau yang spesifik. Proses pengolahan ikan peda ini sangat sederhana
dan dapat dikembangkan di daerah nelayan. Hal ini dapat dipergunakan untuk
memanfaatkan sumber daya perikanan yang berakibat menaikkan pendapatan nelayan.
1.4 Tujuan
1.
Untuk mengetahui
cara pembuatan ikan Peda.
2.
Memanfaatkan sumber daya perikanan untuk menjadi suatu pengolahan
makanan sehingga memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi.
1.5 Jadwal
Kegiatan
Hari /
Minggu
|
Jadwal
Kegiatan / waktu
|
Tempat
Pelaksanaan
|
Minggu I
|
03, Januari 2012
|
Laboratorium Biologi
|
Minggu I I
|
09, Januari 2012
|
Laboratorium Biologi
|
1.6 Rincian Biaya
No.
|
Nama Barang
|
Harga satuan
|
Jumlah
|
Keterangan
|
1.
2.
|
1/2
kg Ikan Mujair
1/4
kg Garam
|
Rp
12.500
Rp
8.000
|
Rp
12.500
Rp
8.000
|
|
Total
|
Rp
20.500
|
|
BAB II
METODOLOGI
2.1
Alat
Dan Bahan
a. Alat
|
b. Bahan
|
1.
Panci/ember
2.
Pisau
3.
Toples
4.
Bak
5.
Timbangan
6.
Rak/penirisan
|
1.
Ikan (ikan betok) 1/2 kg
2.
Garam 1/4
kg
3.
Air
|
2.2
Cara Kerja
CARA KERJA
|
GAMBAR
|
|||
1.
Pensortiran
Ikan yang
akan di buat untuk peda dipilih ikan mujair
yang tidak teralu besar dan harus segar.
Tujuan : agar peda yang dihasilkan berkualitas
baik karena salah satu faktor kaberhasilan peda yang baik yakni kesegaran
ikan.
|
|
|||
2.
Pencucian I
Setelah
proses pensortiran kemudian ikan segar bahan peda dibersihkan sisik dan isi
perutnya selanjutnya ikan dicuci bersih.
Tujuan : dengan adanya air, agar proses
penguraian lemak menjadi asam lemak, dan gliserol berjalan dengan baik. Untuk
mendapatkan hasil pengolahan yang bermutu tinggi yakni dengan menjaga
kebersihan bahan.
|
|
|||
3.
Penggaraman I
Setelah
ikan dicuci bersih selanjutnya ditimbang beratnya untuk menentukan banyaknya
garam yang digunakan. Umumnya garam yang digunakan 125 gr dari berat ikan.
Cara penggaramannya campurkan ikan dan garam, kemudian ikan disusun dalam
toples selapis demi selapis dengan diselingi garam. Pada permukaan paling
atas diberikan lapisan garam paling tebal selanjutnya ditutup.
Tujuan : menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk, dan tujuan pada lapisan
paling bawah paling tebal supaya ikan
tidak tergenang olea air garam.
|
|
|||
4.
Penyimpanan I
Setelah
selesai proses penggaraman I, kemudian toples disimpan ditempat yang bersih
dan sejuk selama 3 hari.
Tujuan : agar garam masuk ke dalam daging ikan akan menyebabkan
terjadinya perubahan kimia dan fisik terutama protein. Akibat dari proses itu
terjadinya pengurangan kadar air dari tubuh ikan melalui tekanan osmotik.
|
|
|||
5.
Pembongkaran I
Setelah
selesai proses penggaraman I dan penyimpana I, toples dibuka dan ikan
dibongkar.
Tujuan : untuk melihat hasil penyimpanan I serta bagaimana kedaan ikan.
|
|
|||
6.
Pencucian II
Pada
proses pencucian ke II ini ikan dicuci dengan air yang ada pada toples
penyimpanan, lalu ditiriskan, selanjutnya di jemur / diangin-anginkan sampai
ikan terlihat kesat / padat sambil diusahakan ikan tidak dihinggapi lalat.
Tujuan : Pencucian setelah
pembongkaran I dengan menggunakan air
garam yang ada di dalam toples supaya bakteri yang ada pada ikan peda tidak
mati.
|
|
|||
7.
Proses Penggaraman II
Ikan
yang telah dicuci dan ditiriskan, lalu dibaluri garam dan disusun berlapis
dalam toples. Selanjutnya bagian atas ditutupi dengan garam dan ditutup
rapat.
Tujuan : agar bakteri yang ada pada ikan peda tidak mati itulah sebabnya
dicuci dengan air garam yang ada di dalam toples.
|
|
|||
8.
Proses penyimpanan II
ini
berlangsung selama 7 minggu
sampai tercium bau peda. Selama proses
penyimpanan II ikan dalam toples disimpan
di tempat yang bersih, kelembaban tinggi dan dijauhkan dari jangkauan
binatang penggerat,
Tujuan : agar tercipta nya bau peda yang khas.
|
|
|||
9.
Pembongkaran II
Setelah
hari ke 14, dilakukan pembongkaran ke II dan ikan Peda sudah jadi.
Tujuan : untuk melihat hasil peda apakah berhasil atau tidak.
|
|
2.3
Skema Cara Kerja
BAB III
HASIL PENGAMATAN
Produk
Fermentasi Berhasil
HARI / MINGGU
|
RASA
|
AROMA
|
WARNA
|
TEKSTUR
|
GAMBAR
|
Minggu I
|
Belum bisa dirasakan
karna proses pembuatannya belum selesai
|
Sedikit kurang sedap
/ agak amis
|
Ikan
terlihat sedikit pucat
|
Kulit dan daging ikan
sedikit kesat dibandingkan pada saat sebelum diberikan perlakuan
|
|
Minggu II
|
Asin yakni rasanya yang khas akibat adanya proses fermentasi
|
Ikan lebih enak
dicium dibandingkan masih pada saaat pembongkaran I / aroma ikan peda yang
sudah jadi tercium.
|
Ikan
lebih pucat dibandingkan saat pembongkaran I
|
Kulit dan daging ikan
lebih kesat dibandingkan pada saat pembongkaran I / lebih keras
|
|
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Jenis ikan
yang dapat di buat peda dan mikroorganisme yang berperan pada saat fermentasi
ikan peda.
Pada dasarnya semua jenis ikan dapat
diolah menjadi peda, akan tetapi umumnya ikan yang digunakan sebagai bahan baku
peda adalah ikan kembung,ikan laying, ikan selar, ikan mas, ikan tawes, dan
ikan mujair. Tetapi ikan yang hasilnya sangat memuaskan adalah ikan kembung,
baik ikan kembung betina maupun jantan. Dan di kenal dua jenis peda yaitu peda
merah yang dibuat dari ikan kembung betina ( Restrellinger nglegtus) dan peda
putih yang dibuat dari ikan kembung ikan jantan ( Restrelliger knagorta). Perbedaan
ini dikarenakan bahan baku yang digunakan. Sedangkan untuk jenis ikan lainnya
memiliki cita rasa yang kurang enak. (Rabiatul Adawiyah, 2007).
Mikroorganisma yang secara alami terdapat pada ikan sangat
berpengaruh terhadap proses fermentasi pada produk ikan fermentasi. Ikan pada
lingkungan alaminya mengandung mikroorganisma pada lendir di badan, perut dan
insang. bakteri yang terdapat pada permukaan kulit
ikan sebanyak 102 –
107 koloni/cm2, pada insang 103 – 109 koloni/g dan pada usus 103 –
109 koloni/g. Mikroorganisma yang terdapat pada ikan hidup didominasi oleh
bakteri psikrotropik gram negatif yang terdapat pada bagian permukaan
luarnya. Jaringan internal dan darah dari ikan sehat biasanya steril. Mikroorganisma
gram positif yang ditemukan pada ikan adalah micrococci, bacilli dan coryneform, sedangkan bakteri gram negatif adalah Moraxella,
Acinetobacter,
Pseudomonas, Flavobacterium dan Vibrio. Bakteri anaerob yang terdapat
pada usus adalah Clostridium sporogenus, Clostridium putrificum dan sejumlah
anggota dari kelompok coliform juga ditemukan pada usus ikan. Jenis non- proteolitik
Clostridium botulinum tipe E, B dan F dalam jumlah yang terbatas juga ditemukan
pada usus dan mungkin tertransfer ke daging selama penyiangan dan perlakuan
awal pengolahan lainnya. Bakteri yang berperan di dalam pembusukan
ikan terutama adalah Pseudomonas dan Acinetobacter tipe
Moraxella.
Bakteri yang ditemukan pada
ikan peda terutama pada jenis bakter yang berbentuk koki, bersifat nonmotil,
hidup secara aerob atau fakultatif anaerob, bersifat katalase positif, serta
barsifat proteolitik. Diamping itu kebanyakan bakteri tersebut juga bersifat
indol dan oksidasi negative, beberapa diantaranya dapat mereduksi nitrat dan
dapat menggunakan sitrat sebagai sumber karbon untuk hidupnya. Bakteri yang
diisolasi dari ikan peda mempunyai sifat pertumbuhan yang mesofilik dengan pH
6-8 dan termasuk ke dalam kelompok bakteri halotoleran sampai dengan bakteri
halofilik. Mikroba yang berperan selama fermentasi peda adalah bakteri
jenis Acinetobacter, Flavobacterium, Cytophaga, Halobacterium atau Halococcus
( termasuk
dalam bakteri gram negatif). Sedangkan untuk bakteri positif dari bakteri jenis
Micrococcus, Staphylococcus,Corynebacterium. (Rahayu,dkk.1992).
4.2 Perubahan selama proses fermentasi ikan peda
Selama proses fermentasi
terjadi penurunan kadar air diakibatkan karena adanya penambahan garam yang
menarik air bahan. Pada fermentasi tahap I, terjadi penurunan kadar air hngga
kadar airnya stabil, hal ini disebabakan karena adanya penambahan garam. Garam
masuk ke dalam daging ikan sehingga menyebabkan terjadinya perubahan kimia dan
fisik terutama protein. Garam akan mendenaturasi protein dan mengakibatkan
koagulasi. Akibat dari proses itu, air
akan keluar dari tubuh ikan dan daging ikan akan mengkerut.
Pada fermentasi tahap II
akan terjadi pemecahan protein, lemak dan komponen lainnya. Pada tahap ini enzim yang berperan adalah enzim yang berasal
dari jaringan ikan itu sendiri. Aktivitas enzim selanjutnya akan merangsang
aktivitas yang dihasilkan oleh mikroba. Selama proses fermentasi, asam-asam
amino akan mengalami peningkatan akibat adanya pemecahan protein selama
fermentasi. Pemecahan tersebut disebabkan oleh enzim proteolitik yang terdapat
dalam jaringan ikan itu sendiri dan enzim yang dihasilkan oleh mikroba.
Enzim proteilitik yang
terdapat dalam jaringan tubuh ikan terutama terdapat dalam saluran
pencernaan yaitu pada bagian pilorik
caecum dan lendir usus. Pada pembuatan iakn peda apabila bagian-bagian tersebut
dihilangkan menjadi maka kandungan enzim
proteolitik dari jaringan ikan jauh berkurang dan hanya aktif adalah enzim dari
aktivitas mikroba. Enzim proteolitik dari bakteri terutama dihasilkan oleh
bakteri yang bersifat halofitik.
Dengan adanya air,
mengakibatkan proses penguraian lemak menjadi asam lemak dan gliserol dapat
berjalan dengan baik. Enzim lipase yang aktif berasal dari jaringan otot dan
adipose, juga berasal dar bakteri. Hasil degradasi protein dan lemak dapat
menghasilkan senyawa metal keton, butyl aldehid. Selain itu, kandungan asam
amino nitrogen yang tinggi juga dapat mempengaruhi cita rasa peda.
Konsistensi maser/
dagingnya gugur pada saat dipegang setelah
digoreng pada peda sangat dipengaruhi oleh kandungan lemak yang tinggi dan
adanya enzim proteolitik yang akan mengubah tekstur ikan sehingga menjadi
maser. Sedangkan warna hitam pucat pada
peda disebabkan karena bahan baku yang digunakan, dan pengaruh enzim dari
bakteri selama proses fermentasi.
4.3 Pembahasan Pertanyaan
Soal :
1. Kenapa
pada saat penggaraman, pada lapisan paling bawah lebih tebal dibandingkan lapisan di atasnya?
2. Apakah
semua jenis ikan dapat dijadikan peda?
3. Perbandingan
penggunaan garam pada penggaraman 1 dan penggaraman 2, serta tujuannya.
Pembahasan
:
- Penggaraman paling tebal pada bagian bawah hal ini bertujuan agar ikan tersebut tidak tergenang oleh air garam yakni kadar air yang keluar dari dalam tubuh ikan akibat danya penambahan garam pada saat penyimpanan.
- Pada dasarnya semua jenis ikan dapat diolah menjadi peda, akan tetapi umumnya ikan yang digunakan sebagai bahan baku peda adalah ikan kembung,ikan laying, ikan selar, ikan mas, ikan tawes, dan ikan mujair. Tetapi ikan yang hasilnya sangat memuaskan adalah ikan kembung, baik ikan kembung betina maupun jantan. Sedangkan untuk jenis ikan lainnya memiliki cita rasa yang kurang enak.
- Penggunaan garam pada saat penggaraman diliht dari beratnya ikan yang bersih setelah ditimbang. Umumnya garam yang digunakan 25-30% dari berat ikan, dimana untuk bahan ikan air tawar dalam pembuatan peda digunakan garam lebih banyak dari pada bahannya dari ikan air laut. Pada penggaraman I, jumlah garam yang digunakan 5 bungkus yakni pada penggaraman I ini tidak ditimbang dan ditentukan terlebih dahulu jumlah garam yang digunakan tapi pada penggaraman I hanya berpatokan atau melihat apakah ikan tersebut tertutupi penuh oleh garam sehingga antara lapisan ikan yang di atasnya tidak bersentuhan. Adapun tuuan dari penggaraman I yaitu menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Pada penggaraman ke II, garam yang digunakan lebih sedikit dari penggaraman I. Dimana pada penggaraman ke II ini pada lapisan paling bawah digunakan 150 gr garam sedangkan pada lapisan ke dua dan selanjutnya garam yang digunakan 75%. Adapun tujuan dari penggaraman II ini yaitu agar dihasilkan peda yang baik.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Adapun
kesimpulan yang dapat kami simpulkan adalah :
1.
Ikan air tawar (ikan
mujair) bisa dijadikan peda melalui proses Fermentasi
- Faktor yang dapat mempengaruhi berhasil tidaknya fermentasi ikan air tawar karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
v Kesegaran
ikan
v Menggunakan Garam
yang diproses melalui penguapan air laut degan sinar matahari (solar
salt) dan garamnya harus bersih
v Menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan
- Proses fermentasi ikan air tawar ini menjadi peda dimulai dari pensortiran, pencucian, penyimpana, dan pembongkaran tahap awal. Kemudian dilakukan proses penggaraman penyimpanan, dan pembongkaran tahap ke dua.
- Peda yang berhasil, pada tekstur dagingnya akan terlihat lebih kesat, warnaya pucat dan adanya bau peda yang tercium. Adapun pada garamnya masih terlihat utuh atau tidak mencair. Dan setelah digoreng dagingnya maser/dagingnya gugur pada saat di cubit.
- Mikroba yang berperan selama fermentasi peda adalah bakteri jenis Acinetobacter, Flavobacterium, Cytophaga, Halobacterium atau Halococcus ( termasuk dalam bakteri gram negatif). Sedangkan untuk bakteri positif dari bakteri jenis Micrococcus, Staphylococcus,Corynebacterium.
5.2 Saran
Gunakanlah laporan akhir praktikum ini sesuai dengan isinya. Semoga dengan adanya laporan
akhir praktikum ini kita semua dapat mengerti tentang
bagaimana proses dari pembuatan peda ikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar